Perbedaan Judicial Review, Executive Review dan Legislative Review Dalam Sistem Perundang-Undangan Di Indonesia

Oleh: Riki Yuniagara

(Mahasiswa Jurusan Perbandingan Hukum dan Mazhab IAIN Ar-Raniry)

batas

1.    Judicial review

            Judicial review (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Oleh karena itu kewenangan untuk melakukan judicial review itu melekat pada fungsi hakim sebagai subjeknya, bukan pada pejabat lain (legislatif, eksekutif).[1]

            Menurut Jimly Asshiddiqie, judicial review merupakan upaya pengujian oleh lembaga judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan negara legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif dalam rangka penerapan prinsip checks and balances berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara (separation of power).[2]

batas

2.    Legislative review

            Legislative review adalah upaya ke lembaga legislatif atau lembaga lain yang memiliki kewenangan legislasi untuk mengubah suatu peraturan perundang-undangan. Misalnya, pihak yang keberatan terhadap suatu undang-undang dapat meminta legislative review ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk mengubah UU tertentu.[3]

            Dalam legislative review, setiap orang bisa meminta agar lembaga legislasi melakukan revisi terhadap produk hukum yang dibuatnya dengan alasan, misalnya peraturan perundang-undangan itu sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat dengannya.[4]

batas

3.    Executive review

            Executive review adalah segala bentuk produk hukum pihak executive diuji oleh baik kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hierarkis. Dalam konteks ini yang diperkenalkan istilah “control internal” yang dilakukan oleh pihak itu sendiri terhadap produk hukum yang dikeluarkan baik yang berbentuk regeling maupun beschikking.[5]

            Sasaran objek “executive review” adalah peraturan yang bersifat regeling melalui proses pencabutan atau pembatalan. Pengujian yang disebut “executive review” ini dilakukan untuk menjaga peraturan yang diciptakan oleh pemerintah (eksekutif) tetap sinkron atau searah, dan juga konsisten serta adanya kepastian hukum untuk keadilan bagi masyarakat.[6]

            Pemberlakuan executive review ini telah diatur dalam Pasal 145 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Proses executive review Peraturan Daerah dilakukan dalam bentuk pengawasan oleh pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri.

               Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kewenangan hak uji perundang-undangan di Indonesia dapat dilakukan oleh tiga lembaga yaitu lembaga Yudikatif, Legeslatif dan Eksekutif. Kewenangan tersebut diberikan sesuai dengan isi materi perundang-undangannya. Walaupun kewenangan hak menguji sepenuhnya dilakukan oleh badan Yudikatif, akan tetapi juga bisa dilakukan oleh badan Legeslatif dan Eksekutif sehingga terciptanya sistem check and balance (saling mengontrol).

batas


[1] Dian Rositawati, “Judicial Review”, (Bahan Materi). Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005 tentang Mekanisme Judicial Review, (Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005), hlm. 1.

[2] Jimly Asshiddiqie, Menelaah Putusan Mahkamah Agung Tentang Judicial Review atas PP No. 19 Tahun 2000 yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, (tanpa tempat, tanpa tahun), hlm. 1.

[3] Hukumonline.com, Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia, 2012. Diakses Pada tanggal 02 Mei 2012 dari situs: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-review-dan-judicial-review-di-indonesia.

[4] Ibid.

[5] Paulus effendi Lotulung, Laporan Akhir Dan Evaluasi Hukum tentang Wewenang Mahkamah Agung dalam Melaksanakan Hak uji Materil (judicial review), (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Departemen hukum Perundang-undangan Ri tahun 1999/2000), hlm.  xix.

[6] Zainal Arifin hoesein, Judicial Review Di Mahkamah Agung Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-Undang, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 63.

Categories: Hukum | Leave a comment

Post navigation

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.